Jumat, 17 April 2009

makalah filsafat ilmu

PEMIKIRAN FILSAFAT YUNANI KUNO (ARISTOTELES)
PERSPEKTIF ILMU

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Pada mata kuliah “Filsafat Ilmu”

Dosen Pengampu:
Nuril Hidayati, S.Fill. I, M.Hum















Disusun oleh:

1) Abdul Jalil : 9313 002 07
2) Ana Khoirun Nisa’ : 9313
3) Arfan Muzakki : 9313





JURUSAN SYARI’AH - PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2008
A. Pendahuluan.
1. Latar Belakang.
Kebudayaan dan peradaban umat manusia modern dewasa ini tidak akan pernah lepas dari apa yang disebut banyak kalangan dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Bermula dari pemikiran filsafat yang paling sederhana tentang awal mula terciptanya Alam Semesta, perlahan berkembang ke arah pemikiran filsafat kemanusiaan, selanjutnya menuju filsafat modern dan bergerak pula pada ranah SAINS. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan IPTEK yang begitu cepat dewasa ini juga tidak akan dapat lepas dari peran dan pengaruh pemikiran filsafat barat.
Pada awal perkembangan filsafat barat pada zaman Yunani Kuno, filsafat identik dengan Ilmu Pengetahuan, artinya antara pemikiran filsafat dengan ilmu Pengetahuan pada waktu itu tidak dapat dipisahkan karena semua hasil pemikiran manusia pada waktu itu disebut dengan filsafat. Keadaan tersebut kini telah berpaling sepenuhnya dari keadaan masa lalu. Filsafat kini banyak ditinggalkan oleh ilmu pengetahuan. Ilmu Pengetahuan sebagai “anak-anak” filsafat berdiri sendiri dan terpecah menjadi berbagai cabang. Cabang-cabang Ilmu tersebut berkembang dengan cepat bahkan memecah diri dalam berbagai spesialisasi dan sub-spesialisasi pada abad ke-20.
Keadaan yang demikian tidaklah membawa angins egar pada kehidupan manusia belakangan ini, kenyataannya banyak cabang Ilmu yang “gagal” dalam mengatasi permasalahan yang dianggap sebagai bidang garapannya. Untuk itu, tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa sudah saatnyalah “anak-anak” itu berguru pada “ibu”nya kembali, dengan salah satu cara adalah mempelajari kembalis sejarah perkembangan pemikiran filsafat barat sebagai embrio dari lahirnya Ilmu Pengetahuan dewasa ini. Sehingga dengan demikian, diharapkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi tidak lagi kehilangan jati dirinya.
2. Rumusan Masalah.
1. Bagaimanakah garis besar sejarah perkembangan Filsafat Barat?
2. Bagaimana sejarah perkembangan filsafat barat di zaman Yunani Kuno?
3. Bagaimanakah Epistimologi Ilmu dalam kerangka pemikiran Aristoteles?
4. Apakah yang dapat diambil dari hasil pemikiran Filosof Aristoteles dizaman Yunani Kuno?
B. Sekilas Tentang Sejarah Perkembangan Filsafat Barat.
Pemikiran Filsafat Barat serbelum akhirnya terjadi spesialisasi Ilmu pengetahuan dengan filsafat, menurut Drs. Rizal Mustansyir M.Hum secara garis besar dapat dibagi kedalam empat periodesasi. Pembagian periodesasi ini didasarkan pada ciri pemikiran yang khusus pada setiap pemikiran kefilsafatan dimasa itu. Keempat periopdesasi itu yaitu:
1. Filsafat zaman Yunani Kuno, dengan ciri pemikiran yang pada masa itu disebut dengan kosmosentris. Para filsuf pada masa itu mampertanyakan asal-usul alam semesta dan jagad raya.
2. Filsafat zaman Abad Pertengahan, dengan ciri pemikiran yang disebut dengan teosentris, dimana para filsof dimasa itu manggunanakan pemikiran filsafat untuk memperkuat dogma-dogma ajaran kristiani.
3. Filsafat zaman Abad Modern, dimana para filsof pada masa itu manjadikan manusia sebagai pusat analisis filsafat, sehingga filsafat pada zaman ini lazim dinamakan dengan filsafat yang bercorak Antroposentris.
4. Filsafat Abad Kontemporer, dengan ciri pokok pemikiran yang logosentris, yaitu filsafat yang menjadikan teks sebagai tema utama diskursus pada filsof.
C. Perkembangan Pemikiran Filsafat Barat pada Zaman Yunani Kuno.
Kelahiran pemikiran filsafat barat mula-mula diawali pada abad ke-6 SM dengan ditandai oleh runtuhnya mite-mite yang menjadi pembenaran terhadap setiap gejala alam yang terjadi pada saat itu. Ciri yang menonjol dari filsafat Yunani Kuno diawal kelahirannya adalah ditujukannya perhatian kefilsafatan yang terfokus pada pengamatan gejala kosmik dan fisik sebagai usaha para filsof untuk menemukan unsur awal terjadinya segala gejala.
Pemikiran kefilsafatan di zaman Yunanai Kuno dimulai oleh para filsuf yang mencoba memikirkan tentang awal mula kejadian alam masa itu dengan melihat gejala-gejala alam yang terjadi. Kajian tentang alam ini diawali oleh Thales (640-550 SM), dilanjutkan oleh Anaximander (661-545 SM), Anaximenes (588-524 SM), dan Phytagoras (580-500 SM). Kemudian, setelah itu diskusi kefilsafatan beralih ke pembahasan tentang “realitas yang berubah”, dengan tampil dua tokoh filsafat barat yaitu Heraklitos (540-475 SM) dan Parmenides ( 540-475 SM). Keduanya menyatakan bahwa tidak ada sesuatupun di alam ini yang diam, semuanya bergerak dan berubah, ungkapan yang terkenal dari dua filsof ini adalah panta rhei khai uden menei, semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal menetap. Pemikiran tentang realitas yang ada kemudian dilanjutkan oleh Demokritos (460-370 SM) yang menegaskan bahwa realitas segala sesuatu terdiri dari banyak unsur yang disebut dengan atom-atom.
Dalam masa pertengahan dizaman Yunani Kuno, muncul filsuf yang begitu ramai dibicarakan sepanjang sejarah, yaitu Sokrates. Sokrates hadir dengan metode dialektik dan induksi-nya yang langsung dapat di praktekkan oleh siapapun dalam kehidupan mereka sebagai upaya untuk membuat masyarakat pada waktu itu bijaksana dalam mengambil sikap karena ulah para shopis sebelum Sokrates dengan teori relativitasnya.
Sokrates dalam perjalanan sejarah telah menghasilkan seorang murid yang cerdas, yaitu Plato. Salah satu pemikiran Plato yang terkenal adalah tentang dualisme-nya, artinya ia mengakui adanya dua kenyataan yang terpisah dan berdiri sendiri, yaitu dunia ide dan dunia inderawi. Yang nyata adalah dunia ide, sedangkan yang inderawi hanyalah tipuan, mudah berubah, lain halnya dengan dunia ide yang tetap. Akan tetapi, pernyataan Playo ini pada akhirnya ditentang oleh muridnya sendiri, Aristoteles (384-322 SM) yang berpendapat bahwa kedua hal tersebut (ide dan materi) tidak dapat dipisahkan. Kedua hal tersebut harus digabungkan agar didapatkan sebuah substansi, hakikat segala sesuatu.
Setelah pemikir Aristoteles, tidak ada perkembangan yang berarti lagi pada zaman sesudahnya. Aristoteles adalah ikon dari para filsuf Yunani Kuno sekaligus sebagai filsuf yang menandai akhir periode filsafat Yunani Kuno.
D. Pemikiran Filsafat Aristoteles.
1. Sekilas tentang Aristoteles.
Aristoteles adalah salah seorang murid sekaligus teman dari Plato. Aristoteles mendapatkan pendidikan yang baik sebeluim akhirnya menjadi seorang filsuf yang terkenal hingga saat ini. Aristoteles dilahirkan ditengah-tengah keluarga yang berada, pada tahun 348 M di Stagira, sebuah kota yang terletak di Trace. Ayahnya adalah seorang dokter pada masa itu. Hasil didikan dari Ayahnya sebagai seorang dokter itu sedikit banyak telah berpengaruh terhadap ciri khas pemikirannya pada masa itu yang sangat sistematis dan amat dipengaruhi oleh metode empiris, sedikit berbeda dari tokoh-tokoh filsafat sebelumnya, termasuk gurunya.
Saat usia Aristoteles genap berusia 18 tahun, ia pergi ke Athena untuk memasuki Akademia Plato, yang merupakan pusat pengembangan intelektual pada masa itu. Disanalah Aristoteles mulai belajar, menyusun konsep, dan mangungkapkan ide-idenya dibawah bimbingan langsung dari Plato.
Dari sekian banyak karya yang ditulis, banyak diantranya yang hilang, akan tetapi beberapa karya tulisnya yang tersisa memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap dunia filsafat setelahnya, bahkan terhadap dunia Ilmu akhir-akhir ini. Beberapa karya tulisnya yang terkenal adalah karangan tentang logika berjudul Organon, tentang berbagai tipe proposisi berjudul On Interpretation, tentang sains berjudul Posterior Analitics, dan masih banyak lagi buku-buku lainnya yang kesemuanya itu cukup membuktikan hasil kerja kerasnya sebagai seorang filsuf.
2. Seputar pemikiran kefilsafatan Aristoteles.
Hasil pemikiran filsafat Aristoteles telah menyumbangkan banyak manfaat pada perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan selanjutnya. Pemikiran Aristoteles tidak terbatas pada satu bidang ilmu saja, tetapi mendominasi hampir disetiap segi keilmuan pada masa itu. Beberapa hasil pemikiran aristoteles yang terkenal adalah tentang logika, Metafisika, Politik, Etika, Biologi, Poetika, dan masih banyak lagi. Akan tetapi, dalam makalah ini pembahasan hanya cukup dibatasi pada Logika dan Metafisika Aristoteles saja.
1. Logika.
Logika sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dengan sebutan logis, seperti “pendapat yang kamu utarakan tersebut tidak logis”, artinya bahwa pendapat yang diutarakan tersebut tidak dapat dinalar. Logika biasa digunakan sebagai alat analisa terhadap sesuatu yang perlu diuji kebenarannya, sebagai alat untuk mempertajam pengetahuan. Logika sangat berkaitan dengan rancangan berpikir seseorang.
Logika berasal dari kata logos yang berarti “kata”. Secara umum, logika adalah penggunaan kata-kata sedemikian rupa sehingga kata-kata itu membawa kita pada beberapa makna. Dalam kamus ilmiah, logika diartikan sebagai cabang filsafat yang membicarakan tentang watak dan problem-problem yang jelas dan tepat serta argumen-argumen. Kedua pengertian tersebut pada dasarnya memiliki maksud yang sama, yaitu ketepatan dalam berargumen dan penggunaan kata serta hubungan antara kata yang satu dengan yang lainnya.
Kata-kata biasanya akan membawa makna jika kata tersebut berhubungan dengan kata-kata yang lainnya. Kalimat yang mengemukakan hubungan maknawi antara dua kata atau lebih disebut proposisi. Proposisi bagi Aristoteles selalu terdiri dari tiga bagian, yaitu Subyek, Predikat, dan Copula (penghubung). Misalnya, Plato dapat mati. Logika kemudian meberikan kerangka pencarian kebenaran bagi yang konkret dengan merujuk pada hal-hal yang bersifat umum. Bagi Aristoteles, pengertian umum merupakan kebenaran utama, sedang yang konkret sebagai penegas. Disinilah kerja logika akan tampak, logika akan meninjau kebenaran dengan mencoba membuktikan hubungan antara esensi (pengertian umum) dengan contoh kasus dari hal yang konkret.
Sebagai contoh dari penjelasan panjang lebar tentang logika diatas adalah, “Semua manusia dapat mati” merupakan pengertian umum. Lalu dicoba buktikan dengan memasukkan satu kasus konkret : “Plato adalah manusia”. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah, apakah Plato yang sebagai manusia itu juga dikenai esensi “dapat mati”? tentu saja. Lalu bagaimana proses berfikirnya? Aristoteles mangajukan metode silogisme dalam permasalahan ini. Metode silogisme marupakan cara penyimpulan yang terdiri atas tiga proposisi atau premis, yaitu:
 Premis mayor, berisi proposisi umum
 Premis minor, berisi proposisi khusus, dan
 Kesimpulan sebagai konsekuensi dari hubungan dua premis tersebut.
Contoh kasus diatas secara silogisme dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Semua manusia dapat mati…………………….Semua a dapat b
2. Plato adalah manusia…………………………..c adalah a
3. Plato dapat mati………………………………..Maka c dapat b
2. Metafisika.
Ajaran metafisika Aristoteles menyelidiki tentang hakikat yang ada, ia membedakan antara yang primer dan sekunder. Yang primer disebut dengan substansi, yaitu suatu yang ada dan berdiri sendiri, tidak memerlukan yang lain. Kemudian yang sekunder disebut sebagai aksiden-aksiden, yaitu sesuatu hal yang tidak dapat berdiri sendiri. Aksiden hanya dapat berada dalam substansi dan tidak akan pernah lepas darinya. Diantara aksiden itu adalah kualitas, relasi, waktu, keadaan, dan aksi.
Aristoteles sebagaimana halnya Plato menolak dengan sangat tentang konsep relativisme para Shopis seperti relativisme Protagoras. Menurut Aristoteles, tentang yang umum (universal) dan yang khusus (partikular), bahwa yang nyata itu bukan yang bersifat umum, akan tetapi yang khusus. Ini sangat berbeda dengan Plato, yang menganggap bahwa yang khusus itu acap kali menjebak, sedangkan yang benar adalah ide tentang hal itu (sesuatu yang umum). Selanjutnya Aristoteles sanggahan terhadap pendapat Plato didasari pada argumen yang menyatakan bahwa bagaimanapun hidup selalu bergesekan dengan yang khusus itu, atau yang pertikular. Di dunia ini, kita hanya akan menemukan ayam, kambing, ataupun mawar, akan tetapi tidak akan pernah menemukan ayam ide, kambing ide, atau mawar ide.
Aristoteles juga berpendapat bahwa substansi, yaitu hakikat dari benda adalah gabungan antara forma dan material. Misalnya sebuah sepatu, secara substansi adalah tersusun atas bentuk dan bahan sepatu, yakni kulit. Kulit dan ide tentang sepatu hanya bisa disebut sebagai sepatu jika kedua hal tersebut menyatu, tidak terpisah. Ini juga bertentangan dengan pendapat Plato yang menyatakan bahwa material hanyalah ilusi, sedangkan yang nyata adalah forma (bentuk) atau pola yang bisa ditangkap oleh pikiran.
Selain itu, Aristoteles juga mengatakan bahwa tugas utama pengetahuan adalah mencari penyebab-penyebab objek yang diselidiki. Kekurangan para filsof sebelumnya yang sudah menyelidiki tentang alam adalah tidak memeriksa semua penyebab-penyebab itu. Aristoteles berpendapat bahwa tiap-tiap kejadian memiliki empat sebab pokok, yaitu:
a. Penyebab material (material cause), yaitu dari mana benda itu dibuat. seperti sebuah kursi yang dibuat dari kayu.
b. Penyebab formal (formal cause), yaitu bentuk yang menyusun bahan.
c. Penyebab efisien (efficient cause), yaitu sumber kajadian, faktor yang menjalankan kejadian.
d. Penyebab final (final cause), yaitu tujuan yang menjadi arah seluruh kejadian. Misalnya kursi dibuat supaya orang dapat duduk diatasnya.
Berdasarkan pada empat teori diatas, maka dapat dikatakan bahwa Aristoteles adalah seorang tokoh filsuf yang religius. Teori penyebab final yang digagasnya dapat dihubungkan dengan theologi. Dalam hal ini, Aristoteles menyatakan bahwa Tuhan berposisi sebagai “penggerak yang tidak digerakkan” atau sebagai “causa prima” yaitu penyebab dari segala sesuatu.
E. Epistimologi Ilmu Aristoteles.
Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat yang menengarai masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan. Epistemologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat. Dengan pengertian ini epistemologi tentu saja menentukan karakter pengetahuan, bahkan menentukan “kebenaran” macam apa yang dianggap patut diterima dan apa yang patut ditolak.
Pembahasan tentang Epistimologi, bagaimana manusia memperoleh suatu pengetahuan, sebanarnya mula-mula digagas oleh Plato, tokoh Filsafat sebelum Aristoteles. Sebagai murid dari Plato, Aristoteles membahas lebih lanjut tentang Epistimologi dengan pemikiran yang berbeda dari gurunya. Plato menyandarkan kebenaran dan pengerahuan dari dunia ide, Aristoteles memiliki pendapat yang berbeda. Aristoteles menyatakan bahwa kebenaran diperoleh dari apapun yang nyata yang ada di dunia ini. Lebih jauh dapat dikatakan bahwa jika Plato adalah penganut Idealisme, maka Aristoteles adalah penganut sekaligus perintis Materialisme.
Aristoteles mengikuti Plato ihwal ilmu abstrak adalah ilmu yang lebih superior atas ilmu-ilmu yang lainnya, namun tidak setuju dengan metode dalam mencapainya. Aristoteles berpendapat bahwa hampir seluruh ilmu berasal dari pengalaman. Ilmu diraih baik secara langsung, dengan mengabstraksikan ciri-ciri khusus dari setiap spesies, atau tidak langsung, dengan mendeduksi kenyataan-kenyataan baru dari apa yang telah diketahui, berdasarkan aturan-aturan logika. Observasi yang teliti dan ketat dalam mengaplikasikan aturan-aturan logika, yang pertama kalinya disusun secara sistematis oleh Aristoteles, akan membantu menjaga dari perangkap-perangkap yang dipasang oleh para Shopis.
Untuk mempermudah memahami tentang masalah epistimologi ilmu, di bawah ini akan disajikan perbedaan yang mendasar dari pokok pemikiran sang Guru dan Murid, Plato dan Aristoteles.

No Topik Pemikiran Plato Aristoteles
1 Pandangan tentang dunia Ada 2 dunia: dunia ide & dunia sekarang (semu). Hanya 1 dunia: Dunia nyata yang sedang dijalani
2 Kenyataan yang sejati Ide-ide yang berasal dari dunia ide Segala sesuatu yang di alam yang dapat ditangkap indra
3 Pandangan tentang manusia Terdiri dari badan dan jiwa. Jiwa abadi; badan fana (tidak abadi).
Jiwa terpenjara badan. Badan dan jiwa sebagai satu kesatuan tak terpisahkan.
4 Asal pengetahuan Dunia ide. Namun tertanam dalam jiwa yang ada dalam diri manusia. Kehidupan sehari-hari dan alam dunia nyata

5 Cara mendapatkan pengetahuan Mengeluarkan dari dalam diri (Anamnesis) dengan metoda bidan Observasi dan abstraksi, diolah dengan logika
F. Studi Kritis.
Peran perkembangan filsafat barat, pada periode manapun sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan dan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi saat ini. Dizaman Yunani Kuno misalnya, peran filsuf dimasa itu terhadap IPTEK tidak dapat di hindari lagi. Pemikiran Demokritos tentang atom adalah merupakan cikal bakal perkembangan Ilmu Fisika, Kimia, dan Biologi. Metode Dialektik dan Induksi yang digagas oleh Sokrates-pun juga memiliki sumbangsih yang besar terhadap Ilmu.
Aristoteles, sebagai ikon dari para pemikir dizaman Yunani Kuno telah menghasilkan sekian banyak pemikiran yang hebat dan sangat bermanfaat didunia Ilmu. Tidak dalam satu cabang Ilmu saja, akan tetapi hampir semua cabang Ilmu tak luput darinya. Logika, salah satu hasil pemikiran Aristoteles tidak akan pernah absen dalam setiap cabang Ilmu manapun saat ini. Satu ucapan terimakasih yang sangat pula kepada Aristoteles yang telah memiliki gagasan yang cemerlang tentang ketuhanan, tentang adanya Tuhan sebagai penyebab segala sesuatu. Bahwa tidak ada satu kejadianpun yang akan luput dari campur tangan sang penyebab segala sesuatu tersebut. Ini sudah cukup membuktikan keseimbangan pemikiran filsafat Aristoteles antara akal dan hati yang sebelumnya bahkan sesudahnya menjadi perdebatan yang tidak pernah ada habisnya.
Dengan berkaca pada sejarah perkembangan filsafat barat tersebut, sudah seharusnyalah para Ilmuwan pada saat sekarang tidak lagi memisahkan antara Ilmu yang satu dengan Ilmu yang lainnya, apalagi dengan Induknya, Filsafat. Jika Aristoteles dahulu mampu menggabungkan antara yang forma dan yang materi, antara hati dan akal, mengapa justru pada saat ini ilmu-ilmu terpecah belah menjadi bagian-bagiannya sendiri dengan tidak saling menyapa terhadap ilmu-ilmu yang lainnya?
Mungkin salah satu sebab inilah yang menjadikan ilmu dewasa ini tidak lagi mampu mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi manusia, bahkan bisa jadi menimbulkan bahaya yang besar terhadap kelangsungan hidup manusia. Ilmu ekonomi, sebagai contoh, dengan sekian banyak teori yang dihasilkannya justru menambah rumit kehidupan manusia belakangan ini, bahkan Ilmu Ekonomi telah menghasilkan stratifikasi sosial di belahan dunia manapun, walapun hal tersebut tidak pernah dikehendaki sebelumnya. Dan anehnya, mengapa ilmu yang menganggap dirinya sebagai problem solving terhadap setiap permasalahan Ekonomi tersebut tidak dapat mengatasi persoalan yang timbul akibat ulah ilmu itu sendiri? Mungkin sudah saatnya kini segala ilmu pengetahuan yang ada kembali menengok pada sejarah, sudah saatnya sang “anak” kembali ke pangkuan ibu yang telah melahirkannya untuk meminta pelajaran restu darinya.
G. Penutup.
Sejarah pemikiran filsafat barat dapat dibagi perkembangannya menjadi empat periodesasi sesuai dengan ciri khas pemikiran kafilsafatannya pada saat itu, yaitu periode Filsafat Zunani Kuno, periode Filsafat Zaman Abad Pertengahan, periode Zaman Abad Modern, dan periode zaman Abad Kontemporer.
Dizaman periode filsafat Zunani Kuno telah banyak menghasilkan pemikiran-pemikiran filsafat tentang alam semesta, tantang realitas yang selalu beruibah (relativitas), metafisika, logika, dan lain sebagainya dengan banyak tokoh pula yang mendominasi, seperti Thales sebagai pemula, Sokrates, Plato, Aristoteles, dan pemikir-pemikir lainnya.
Dikaitkan dengan Epistimologi, kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Aristoteles adalah sosok pemikir yang berhaluan Empiris, sangat berbeda dengan Gurunya, plato. Aristoteles menggunakan pengalaman murni sebagai sumber pengetahuan dan kebenaran yang dibangun. Pengalaman empiric ini kamudian diolah dengan satu alat yang diciptakannya sendiri yang disebutnya dengan logika untuk mengolah data-data yang diperolehnya menjadi kebenaran dan pengetahuan.
Aristoteles telah terbukti telah manyumbangkan banyak pemikiran dan gagasan terhadap kemajuan IPTEK dewasa ini. Logika yang digagasnya hampir menjadi bahan yang harus ada desetiap cabang ilmu yang berkembang kini, dengan metode silogismenya yang terkenal hingga kini. Selain Logika, aristoteles juga berjasa di bidang Politik, Poetika Etika, bahkan Metafisika dengan maha karya yang telah dihasilkannya.




DAFTAR PUSTAKA


Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000.
Osborne, Richard. Filasafat Untuk Pemula. Yogyakarta: Kanisius.
Partanto, Puis A. kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola, 1994.
Mustansyir, Rizal. Filsafat Ilmu. Yogyajarta: Pustaka Pelajar Offset, 2002.
Ravertz, Jerome. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.