Jumat, 17 April 2009

makalah filsafat

ANGGAPAN MIRING TERHADAP FILSAFAT

Apa yang saya rasakan selama ini adalah banyak diantara mahasiswa yang mengatakan bahwa filsafat merupakan satu obyek kajian yang paling sulit diantara sekian banyak obyek kajian yang lainnya, mereka memandang filsafat dari sudut pandang yang paling sempit, bahwa filsafat dipandang sebagai ilmu yang paling istimewa, ilmu yang menduduki tempat yang paling tinggi diantara seluruh ilmu pengetahuan yang ada. Oleh karena itu, banyak diantara mereka yang “menghindari” dari Filsafat karena mereka telah terjebak oleh anggapan salah mereka yang mengatakan bahwa filsafat terlampau sukar untuk dipelajari dan karenannya membutuhkan intelektualitas yang tinggi untuk mempelajarinya.
Salah satu anggapan mereka yang sebenarnya perlu ditinjau kembali adalah anggapan mereka yang memposisikan filsafat sebagai ilmu yang paling sulit, elite, dan eksklusif. Dianggap sulit karena terkadang ketika seseorang ingin memulai mengenal filsafat, Ia harus dihadapkan pada sekian banyak buku-buku yang sulit dipahami, sulit dinalar, akibatnya mereka tidak mau lagi mempelajarinya bahkan mengenalnya.
Disisi lain, ada sebagian dari mereka yang menganggap bahwa filsafat adalah sesuatu yang rahasia, mistis, dan aneh, bahkan yang lebih parah lagi ada diantara mereka yang mengatakan bahwa mempelajari filsafat hanya akan membuat kita sesat, keluar dari ajaran agama yang diyakininya. Dengan anggapan-anggapan mereka yang tidak didasarkan atas fakta dan pemikiran yang mendalam, serta proses penelitian itu ada yang berpendapat bahwa dengan berfilsafat akan membuka peluang seseorang untuk menjadi kafir. Angggapan yang terakhir inilah yang berbahaya, bukan hanya karena akan membawa dampak bagi orang lain saja akan tetapi juga karena mengakafirkan sesama adalah perbuatan yang sangat dilarang dalam islam, bahkan dalam agama apapun tentunya. Siapakah yang berhak memvonis seseorang menjadi kafir? Dia, ataukah Tuhan?
Selain itu, bahkan ada pula yang mengatakan bahwa filsafat adalah sebuah objek yang tidak patut untuk dipelajari, filsafat tidak lebih dari sekedar lelucon yang tidak bermakna alias omong kosong belaka. Filsafat selalu berbicara tentang hal-hal yang muluk-muluk, abstrak, dan jauh dari realitas, serta selalu saja memutar balikkan fakta-fakta yang ada. Jika dihubungkan dengan teori Pragmatisme James, agaknya golongan ini pantas dijuluki sebagai penganut tetap Pragmatisme, yang memandang segala sesuatu dari segi Pragmatis, segi kegunaannnya saja. Apa manfaat dari mempelajari filsafat yang secara empirik tidak mampu memberi petunjuk bagimana seseorang dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan yang dipimpinnya?
Uraian diatas jika kita cermati dan ditelaah ulang, maka akan memunculkan beberapa poin pokok sebagai sebuah permasalahan yang perlu digaris bawahi dalam kaitannya dengan angapan miring mahasiswa terhadap filsafat selama ini dan dalam rangka penggalian solusi atas masalah tersebut. Dengan mengkaji ulang segala permasalahan diatas, paling tidak akan membantu kita untuk meninjau kembali anggapan miring kita tentang filsafat.
Pertama, bahwa pandangan tentang filsafat yang dianggap sebagai ilmu yang paling istimewa dan membutuhkan intelektualitas yang tinggi tidaklah sepenuhnya benar dan perlu ditinjau kembali. Filsafat memang merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan yang ada, hal ini jelas karena dari latar belakang historis, sejarah peradaban manusia dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini bermula dari filsafat. Akan tetapi, satu hal yang perlu digaris bawahi disini adalah meskipun demikian, bukan berarti filsafat serta merta menempati tempat yang paling tinggi dan karenannya membutuhkan intelektualitas yang tinggi untuk mempelajarinya. Sebagai induk pengetahuan, filsafat merupakan dasar pemikiran dari segala konsep ilmu pengetahuan sebagai awal dari kemunculan berbagai cabang disiplin ilmu, hal ini berarti konsep-konsep yang diusung dalam materi filsafat sebenarnya adalah konsep yang paling sederhana dan mendasar dibandingkan dengan disiplin ilmu lainnya. Sebagai contoh adalah tema yang diusung dalam filsafat akan selalu berorientasi pada ranah Ontologi, yaitu berbicara mengenai segala sesuatu yang ada, Epistimologi yang berbicara mengenai hakikat objek kajian, dan Aksiologi yang berbicara tentang nilai, baik nilai etika maupun estetika.
Kedua, masalah kesulitan mahasiswa dalam memahami teks-teks materi filsafat, khusunya bagi para mahasiswa pemula. Ini adalah masalah yang telah mengakar dikalangan mahasiswa, penulis juga terkadang mengalami hal yang sama, yaitu kesulitan dalam memahami isi teks materi filsafat yang biasanya menggunakan banyak kata-kata sulit bagi kapasitas seorang pemula. Hal ini menyebakan mahasiswa cenderung meninggalkan filsafat dan berkeyakinan bahwa filsafat adalah sesuatu yang sangat sulit untuk dipelajari. Mengenai permasalahan ini, sesungguhnya kita dapat mengambil cara lain sebagai solusi untuk dapat memahami filsafat dengan mudah, tanpa terhambat oleh persoalan bahasa yang digunakannya. Menyertakan seseorang yang berkompeten dibidang filsafat sebagai partner pembimbing dalam memahami filsafat dari buku-buku filsafat, diharapkan akan dapat membantu memudahkan kita dalam memahami dan mengatasi hambatan pada persoalan aspek bahasa dan susunan kalimat tersebut, sehingga pada akhirnya akan membuka lebih banyak peluang bagi mahasiswa untuk dapat menguasai materi filsafat.
Ketiga, anggapan mengenai masalah kafir atau tidak kafir sebagai akibat mempelajari filsafat dapat di sangkal dengan sebuah perumpamaan yang menyatakan bahwa filsafat, sebagai alat adalah ibarat sebuah pisau. Sebuah pisau akan berbahaya atau bermanfaat sangat tergantung kepada sang pengguna pisau, ia akan berbahaya jika disalahgunakan, namun juga akan sangat bermanfaat jika digunakan dalam hal-hal yang positif, seperti mengiris bumbu masak. Demikian juga dengan filsafat, ia akan sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia selagi diarahkan kepada segala hal yang positif, namun juga bisa lebih berbahaya manakala ia disalah gunakan, seperti halnya yang terjadi pada kaum sophis di era filsafat pra-Sokrates.
Keempat, filsafat tidaklah membuat sebuah roti, akan tetapi filsafatlah yang menyiapkan segala sesuatu keperluan yang dibutuhkan dalam pembuatan roti, seperti menyiapkan tungku, menyapkan bahan-bahan dasar roti, dan segala keperluan lainnya. Dengan kata lain, anggapan yang menyatakan bahwa mempelajari filsafat merupakan sesuatu yang sia-sia adalah sebuah kesalahan besar. Tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa filsafatlah yang banyak bertanggung jawab atas segala kemajuan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sehingga dapat memudahkan segala persoalan hidup manusia. Memang tidak ada materi yang membahas pembuatan pesawat terbang dalam filsafat, akan tetapi alur pemikiran manusia dan nalar-nalar yang digunakannya, sampai kepada cara memecahkan masalah sehingga menghasilkan ide-ide tentang konstruksi sebuah pesawat terbang selamannya tidak akan pernah luput dari peran filsafat didalamnya. Oleh sebab itu, patut kita benarkan sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa filsafat adalah induk dari segala macam ilmu pengetahuan yang ada hingga saat ini.
Terakhir, filsafat seringkali dianggap sebagai ilmu yang sesat karena memiliki proses kerja yang meragukan, mempertanyakan, dan menguji segala sisi kehidupan manusia, padahal disitulah filsafat memiliki peran penting untuk membantu manusia bersikap kritis. Dari proses itulah terbukti telah menghasilkan sesuatu yang luar biasa, meski kadang dianggap menyalahi kodrat.